Pages

Oct 8, 2011

Menikah?



Lebaran tahun ini, saya begitu terkejut dengan status beberapa sahabat saya semasa duduk di bangku SMA dulu. Bukan sekedar status facebook, atau yang lainnya. Melainkan status mereka yang kini telah beristri atau bersuami. Di usia yang begitu muda, yakni dua puluh tahun mereka telah berani mengambil keputusan menjalani mahligai rumah tangga dengan lelaki pilihan mereka. Salah satu sahabat saya, pada masa sekolah dulu terkenal sebagai gadis yang selalu berpacaran dengan pria matang dan berkantung tebal tentunya. Oleh sebab itu, tidak heran bila cerita ngapel atau acara malam minggu-nya selalu diumbar dengan kemewahan. Namun betapa terkejutnya saya ketika lulus SMA ia memutuskan untuk menikah dengan pria sebaya yang hanya terpaut usia dua tahun. Menurut saya pernikahan mereka hanyalah bermodal cinta. Bayangkan saja, pekerjaannya hanya sebagai penjaga counter pulsa. Yang lebih miris lagi, pernikahan yang mereka jalani tidak mendapatkan restu orang tua dari pihak lelaki dengan alasan mereka merasa anaknya belum siap menjalani kehidupan rumah tangga. Namun demikian, sebagai sahabat yang baik saya tetap berpiran positif bahwa segala hal pasti sudah ada yang mengatur. Umur, jodoh dan rezeki sudah ada yang membagi sesuai dengan porsinya masing-masing.

Lebih mengejutkan lagi, pernikahan sahabat saya yang lain. Saat masih duduk dibangku sekolah, ia memang sudah terkenal dengan kepandaianya. Meski demikian, ia hidup di keluarga yang kurang mampu. Dan dari sudut pandang saya, ia memang kurang pandai bergaul dan cenderung pendiam. Dari penampilan serta pribadinya, ia terlihat sebagai seorang wanita shaleha yang tekun beribadah. Ketika saya diberi kabar mengenai pernikahannya dengan pria kaya raya yang berbeda agama, pada saat bulan ramadhan lalu, saya sempat tertegun lama dan tidak habisnya berpikir dan bertanya-tanya, apa yang sebenarnya ada dalam pikirannya? Ia rela meninggalkan agama, keluarga dan para sahabat hanya demi seorang pria kaya yang berbeda agama? Hanya dengan sebuah alasan "Bosan hidup dalam kemiskinan", mengenaskan bukan? Demi kebahagiaan dunia, ia rela terusir, tidak direstui, dibenci keluarga dan dijauhi para sahabatnya. Apakah sulitnya kehidupan ekonomi pada saat ini membuat orang menjadi lebih matrealistis dan mengorbankan segalanya demi kemudahan hidup?

Dari berbagai macam cerita pernikahan sahabat saya, membuat saya lebih berhati-hati dalam mencari calon pendamping hidup. Tak sekedar cinta, tapi juga agama dan restu keluarga menjadi poin penting yang harus lebih diperhatikan. Pernikahan adalah hal yang sakral yang seharusnya tidak hanya membuat pasangan yang menikah berbahagia tetapi juga membawa kebahagiaan bagi para keluarga dan sahabat yang mendengar kabar pernikahan itu sendiri.
 

0 komentar:

Post a Comment