Pages

Oct 11, 2011

Si Tukang Contek


Oleh: Ika Maya Susanti

“Pagi, Ning!” sapa Nayla.
“Hai,” jawab Alina sambil tetap asyik membaca buku.
“Aduh, serius sekali! Kamu kan anak pintar. Semester kemarin saja juara umum di kelas lima. Masa mau ulangan Mathematic masih belajar dulu di sekolah? Pelajaran Mathematic kan mudah!” ledek Nayla yang duduk di sebelah Alina.
“Ya, enggak mungkin dong aku dapat nilai bagus tapi tidak belajar dulu?” jawab Alina tersenyum.
“Hm, kalau begitu nanti aku dikasih contekan, yah!”
“Hehehe, maaf Yu! Kamu tahu kan aku tidak bisa. Apalagi ini pelajarannya Bu Desy. Bisa langsung dapat nol nanti jika kita ketahuan!” tolak Alina.
Nayla langsung mencibir. “Huh, pelit!” seru Nayla kesal.
“Yu, aku minta maaf! Kalau pas ulangan, aku tidak berani. Tapi kalau ada PR, kamu kan selalu kuberi contekannya?”
“Iya! ” jawab Nayla dengan nada kesal.
Alina kembali menekuni bukunya. Diam-diam, Alina lalu melirik Nayla. Ia khawatir, jika Nayla masih marah. Tapi, Alina justru kebingungan. Ia melihat Nayla sedang menulis di atas meja dengan tulisan yang sangat kecil.
“Apa itu?” tanya Alina penasaran.
“Sudah, kamu belajar saja. Enggak usah sok ingin tahu!” suara Nayla terdengar ketus.
Alina jadi tidak enak hati. Tapi Alina mulai mengerti apa yang sedang dilakukan  sahabatnya itu.
“Kamu membuat contekan di atas meja, ya?” tebak Alina.
“Aduh, cerewet banget!” bentak Nayla.
“Tapi kalau ketahuan bagaimana?” Alina mengingatkan Nayla.
“Kalau kamu enggak bilang, Bu Desy juga enggak akan tahu. Lagi pula, kamu saja enggak mau menolong aku!” omel Nayla.
Akhirnya karena Nayla sulit diberitahu, Alina pun menyerah. Tapi tetap saja, Alina takut jika nanti Bu Desy tahu apa yang dilakukan Nayla.
Saat ulangan, perasaan Alina terus merasa khawatir. Ia jadi tidak bisa berkonsentrasi dengan baik saat menjawab soal. Sementara Nayla, justru terlihat asyik dan santai. Nayla tinggal mencari jawaban pada tulisan kecilnya yang sudah dibuatnya.
Saat waktu ulangan hampir separuh waktu, Bu Desy berjalan berkeliling ke meja para murid. Melihat itu, pikiran Alina makin panik. Sesekali ia melirik ke arah Nayla dan juga Bu Desy. Saat langkah Bu Desy makin mendekati mejanya dan meja Nayla, Alina makin tidak tenang. Tubuhnya berkeringat deras. Karena ketakutan, Alina jadi kesulitan menjawab soal yang ada. Apalagi Bu Desy kemudian berdiri lama di sebelah meja Nayla yang berada di tengah-tengah kelas.
Namun tiba-tiba…
“Apa ini?” Bu Desy mengamati meja Nayla.
Karena tulisan Nayla terlalu kecil, Bu Desy lalu mendekatkan wajahnya ke arah meja untuk melihat lebih dekat.
“Kamu membuat contekan di sini, ya?”
Nayla ketakutan dan tidak berani bicara.
“Baik, sekarang Ibu anggap kamu tidak ikut ulangan kali ini!” Bu Desy lalu mengambil kertas ulangan yang belum selesai dijawab oleh Nayla.
Detak jantung Alina berdegup kencang. Sisa waktu ulangan yang ada pun tidak bisa dimanfaatkan Alina dengan baik.
**
            “Ning, kamu dipanggil Bu Desy ke ruang guru sekarang!” ujar Prita, teman sekelas Alina.
“Ada apa?” tanya Alina.
“Wah, aku kurang tahu.”
Alina lalu teringat dengan ulangan Mathematic beberapa hari yang lalu. “Aduh, kalau nanti aku ditanya-tanya Bu Desy, aku jawab apa?”
Saat sudah bertemu Bu Desy, Alina memang mendapat beberapa pertanyaan. Bu Desy bertanya ke Alina tentang sikap Nayla selama ini.
“Nayla itu memang sering mencontek tugas-tugas rumahmu ya? Ibu curiga karena nilai-nilai tugasnya selalu bagus, tapi nilai ulangannya sering jelek,” ujar Bu Desy.
“I-iya, Bu. Saya minta maaf,” Alina akhirnya mengaku.
“Kamu kan sudah susah payah mengerjakannya. Kenapa kamu berikan begitu saja? Ibu tidak suka dengan sikapmu itu. Lalu, nilai ulanganmu kemarin hanya mendapat nilai 65! Padahal sebelumnya kamu mendapat nilai 90 bahkan 95. Kok bisa menurun?”
“Saya kemarin ketakutan, Bu. Nayla sebetulnya sudah saya ingatkan sejak sebelum ulangan. Tapi dia tidak peduli. Akhirnya selama ulangan, saya jadi khawatir. Apalagi sewaktu Ibu mengambil kertas ulangan Nayla. Saya jadi gugup dan tidak bisa mengerjakan soal ujian dengan baik,” jawab Alina.
“Ning, Ibu tahu kamu anak yang pintar. Tapi, kamu juga mesti tegas kalau ada temanmu yang meminta jawaban tugas atau ulangan. Walaupun dia teman dekat kamu, kamu tidak bisa bersikap seperti itu. Itu sama saja merugikan dirimu sendiri,” nasehat Bu Desy.
“Iya Bu, saya minta maaf,” ujar Alina.
“Kalau itu adalah tugas rumah, kamu boleh mengajari mereka. Tapi tetap tidak boleh memberi tahu jawabannya begitu saja!” tegur Bu Desy.
“Tapi Bu, saya takut mereka membenci saya.”
“Teman yang baik itu justru akan senang kalau kamu mengajarinya. Dan kalau kamu memberikan jawaban begitu saja ke temanmu, berarti kamu juga merugikan temanmu itu. Apa kamu mau punya teman yang tidak bisa pintar karena terus menerus menerima jawaban dengan mudah dari orang lain?” terang Bu Desy.
Alina menggeleng. Setelah dari ruangan Bu Desy, Alina mencoba memahami kata-kata Bu Desy. Dalam pikirannya, Alina memang khawatir jika Nayla kemudian menjauhinya. Tapi saat ia kembali ingat kata-kata Bu Desy, Alina merasa sudah saatnya ia menjadi teman baik  sesungguhnya untuk Nayla.

0 komentar:

Post a Comment