Pages

Oct 5, 2011

Pramuka yang Jalan di Tempat


Pramuka, bagi kalangan muda masa kini, terlihat jadul. Padahal, tujuan organisasi kepanduan ini teramat mulia.  Yaitu membina kawula muda. Lalu mengapa Pramuka kini seakan jalan di tempat? Haruskah ini kita biarkan terus berlangsung?
Bila kita bertanya tentang Pramuka pada anak sekarang. Kita akan menemukan beragam ekspresi. Ada yang tampak kebingungan, seakan tak pernah kenal pada Pramuka. Bahkan tak sedikit yang menunjukkan wajah penolakan untuk membicarakan masalah kepramukaan.
Organisasi kepanduan ini seolah hilang ditelan bumi. Tak tampak lagi aktivitas yang menonjol dari Pramuka. Peringatan Hari Pramuka pun seakan dirayakan sekenanya. Yang lebih memprihatinkan Pramuka seakan kehilangan peminatnya. Kini jumlah kaum muda yang mau terlibat dalam Pramuka, semakin menurun.
Kompleksitas Persoalan
Pramuka, di masa Orde Baru mendapatkan perhatian yang cukup besar dari pemerintah dan masyarakat. Pada masa itu, Pramuka cukup diminati kaum muda. Apalagi di masa Orde Baru secara berkala, Pramuka melakukan berbagai aktivitas, misalnya Jambore. Keikutsertaan media massa dalam setiap kegiatan kepramukaan semakin menaikkan pamor Pramuka. Sehingga keberadaannya pada saat itu cukup menonjol.
Perbedaan amat terasa bila dibandingkan dengan keberadaan Pramuka di masa  kini. Gumilar R Somantri (2010, dalam Setiawan), seorang dosen Universitas Indonesia mengatakan bahwa, “Pramuka sekarang berubah, kehilangan pamornya. Kini Pramuka hanya dimaknai secara prosedural, sebatas seragam coklat.”
Memajukan Pramuka
Pada dasarnya Pramuka memiliki tujuan yang mulia yaitu membina anak dan pemuda Indonesia untuk menjadi orang yang tangguh dalam segala keadaan. Dengan ilmu dan keterampilan yang diperolehnya, anggota Pramuka diharapkan dapat menjadi seorang yang bermanfaat bagi masyarakat, serta memiliki rasa cinta akan tanah airnya.
Sebuah organisasi seperti Pramuka, sampai kapan pun masih dibutuhkan oleh bangsa ini. Apalagi dalam situasi bangsa yang tak menentu seperti saat ini. Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bermasalah, amat memerlukan sebuah organisasi yang mampu membina kaum muda, serta menolong masyarakat dengan tindakan nyata. Namun yang jadi pertanyaannya kini, bagaimana membangunkan Pramuka dari mati surinya? Ini memang bukan pekerjaan mudah.  Apalagi kalau sudah menyangkut kepentingan orang banyak. Bukan perkara gampang mengubah kerangka berpikir masyarakat kita yang mulai terkontaminasi budaya individualistis. Diperlukan kerja keras dan kerja sama semua pihak, untuk mengembalikan Pramuka di hati masyarakat kita.
Pemerintah harus lebih serius menangani persoalan Pramuka ini. Keterlibatan para ahli pendidikan anak dan remaja dalam upaya pembenahan organisasi ini, patut dipertimbangkan. Ini dimaksudkan agar mereka dapat menemukan formulasi dan program yang tepat untuk diterapkan dalam Pramuka. Tentunya disesuaikan dengan situasi dan karakter anak dan remaja ini.
Media massa dan pihak sekolah perlu dilibatkan dalam sosialisasi mengenai Pramuka dan manfaatnya baik bagi pesertanya maupun bagi masyarakat. Bukan tak mungkin, keengganan anak dan remaja dalam kegiatan Pramuka karena kurangnya pemahaman tentang Pramuka itu sendiri. Bukankah ada pepatah yang berkata, “Tak kenal, maka tak sayang.”
Para pembina dan orang-orang yang telah terlibat dalam Pramuka, hendaknya tak menyerah untuk memajukan organisasi ini. Nilai-nilai luhur yang selama ini dijadikan pedoman Pramuka harus tetap dipegang teguh, serta diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat melihat contoh nyata hasil penggemblengan dari Pramuka.
Terimalah, “Salam Pramuka…!” Selamat memperingati Hari Pramuka untuk kita semua. Semoga semangat kebersamaan dari Pramuka dapat membuat perubahan atas bangsa ini.
Susana Febryanty, Penulis Lepas, Anggota Komunitas Manna Doa dan Kontributor Buletin GroW GKI Gejayan.

0 komentar:

Post a Comment