SEIRING kemajuan zaman, pergeseran nilai dalam kehidupan berlangsung tanpa bisa dicegah. Adalah naif bila gerakan pramuka sebagai wadah pendidikan nonformal bagi anak-anak dan remaja di tanah air tidak menyikapi perubahan ini. Yang harus dilakukan oleh gerakan pramuka tentunya bukan mencegah perubahan, tetapi berusaha menyesuaikan perubahan itu sehingga pramuka tidak ketinggalan zaman.
Salah satu wacana yang sekarang berkembang di kalangan pramuka adalah perlunya mengkaji ulang penerapan syarat-syarat kecakapan pramuka (SKU) sebagai salah satu prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan. Adalah Gubernur Jawa Barat sendiri, Kak Danny Setiawan selaku Ketua Majelis Pembimbing Daerah Gerakan Pramuka Jabar yang menyatakan bahwa sekarang ini sudah saatnya untuk merelevankan SKU agar sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini (”PR” 10/7). Beliau mengusulkan agar Gerakan Pramuka melaksanakan reformasi secara komprehensif pada ujian SKU sehingga bisa mengundang minat para remaja untuk tertarik menjadi anggota pramuka.
Namun persoalannya, apakah memang SKU ini sudah ketinggalan zaman? Apakah benar SKU yang kurang relevan menyebabkan pramuka terpuruk seperti sekarang ini?
Jawaban pasti atas pertanyaan-pertanyaan itu seharusnya diupayakan Litbang Kwartir Nasional. Yang jelas, sesuai S.K. Kwarnas No. 088 Tahun 1974, SKU merupakan garis-garis besar program pembinaan pramuka yang harus dilaksanakan oleh para pembina secara optimal, terarah, dan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan karena merupakan proses pendidikan untuk mencapai tujuan Gerakan Pramuka.
Sedangkan bagi peserta didik, mengikuti ujian SKU adalah suatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Ujian SKU untuk semua tingkat dan golongan pramuka baik itu Siaga, Penggalang, Penegak maupun Pandega merupakan tantangan tersendiri yang harus dihadapi mereka dengan upaya sungguh-sungguh sehingga kelak mereka menjadi manusia yang berkepribadian tinggi, berwatak luhur, cerdas, terampil, dan juga menjadi warga negara yang berpancasila yang setia dan patuh kepada NKRI (AD Pramuka Pasal 4). Maka oleh karena itu, seandainya butir-butir ujian SKU ini dilaksanakan dengan tepat, terarah, dan jujur, serta tidak dimanipulasi, diharapkan peserta didik akan menjadi pribadi-pribadi yang cageur, bener, bageur, pinter, jeung singer.
Sayangnya, secara jujur harus diakui bahwa selama ini pelaksanaan ujian SKU digugus depan pramuka untuk semua tingkat dan golongan ditengarai masih jauh dari harapan. Banyak hambatan dan kendala yang ditemui di lapangan sehingga akibatnya ujian SKU belum dilaksanakan secara optimal.
Berdasarkan pengamatan penulis yang pernah aktif di Andalan Cabang/Ranting selama ini diperoleh kesan masih banyak pembina pramuka yang belum mengacu sepenuhnya kepada ”kurikulum” pembinaan pramuka yang disebut SKU ini. Cara menguji SKU di kalangan pembina juga tampak kurang seragam.
Alih-alih direvisi, perekrutan pembina pramuka di pangkalan gugus depan sekolah juga masih harus dibenahi. Akibat ”asal-asalan” mengangkat pembina, sudah dapat dipastikan apa-apa yang disampaikan kepada peserta didik akan menjadi kurang menarik dan cenderung membosankan. Padahal seyogianya materi yang disampaikan oleh pembina harus dikemas secara kreatif dan inovatif sehingga menjadi kegiatan yang menarik, mendidik, menyenangkan, dan berkesan sepanjang hidupnya.
Sehebat apa pun SKU, bila tidak dibarengi dengan kemauan keras dan kesadaran tinggi para peserta didiknya untuk menempuh SKU dengan sungguh-sungguh, Gerakan Pramuka akan tetap terpuruk seperti sekarang ini. Oleh karena itu, tekad untuk menjadikan Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi pramuka seyogianya ditindaklanjuti. Bukan hanya dengan meningkatkan terus jumlah anggotanya, melainkan juga harus diperhatikan usaha untuk meningkatkan kualitas peserta didiknya.***
Oleh Drs. Usman Atmadimaja mg
Penulis, Pembina Pramuka di MA. Darussalam Sumedang (Harian Pikiran Rakyat
0 komentar:
Post a Comment