Gerakan Pramuka, sebagai salah satu wadah pendidikan kepramukaan yang mengutamakan satya darma dan kode kehormatan merupakan benteng pencegah masuknya pelunturan nilai kehidupan seperti ketidakjujuran, korupsi, apatis, asosial, manipulatif, dan sebagainya.
Hal itu diakui oleh mereka yang pernah digembleng dalam wadah Gerakan Pramuka. Bahkan, mereka merindukan hal yang pernah dialami juga dialami oleh anak-anaknya. Hanya, saat ini sepertinya Gerakan Pramuka hilang ditelan bunyi akibat pengaruh berbagai hal yang mampu menutupi peran strategis Gerakan Pramuka.
Pengaruh buruk bagi Gerakan Pramuka disebabkan pertama, pengelolaan organisasi kepramukaan satu-satunya itu masih banyak yang mengalir statis, dan klasik. Jika 20 tahun yang lalu pengelolaan kepramukaan berjalan seperti itu, saat ini, kepramukaan juga dikelola seperti itu juga. Dalam kepramukaan terlihat tanpa perubahan, tanpa gairah, dan tanpa suasana baru. Hal itu dapat dibuktikan melalui kesamaan pola pengelolaan dan kegiatan dari dulu sampai sekarang.
Ketua Gerakan Pramuka sejak dahulu selalu dijabat oleh pejabat setempat yang kesibukan di kantornya menumpuk, sehingga kurang perhatian terhadap berjalannya pengelolaan organisasi. Pada ujungnya, Gerakan Pramuka dikelola dengan cara sambilan. Apalagi, pendanaan kepramukaan banyak yang hanya sebagai pelengkap semata. Masih banyak kwartir cabang yang hidupnya dari dana pelengkap dan bergantung pada jumlah bantuan yang minimal yang diberikan tanpa kepastian dan ketetapan.
Kedua, rendahnya kepedulian orang dewasa saat ini dalam membangun generasi muda dibandingkan dengan orang tua yang dahulu membesarkan orang dewasa itu. Lihat saja, dahulu ketika orang dewasa masih disebut anak-anak, para orangtua mereka memberikan fasilitas kegiatan yang lumayan bagus dan beragam, memberikan kesempatan berkemah, berkegiatan praktis. Saat ini, jarang orang dewasa yang gantian memerhatikan anak-anak sebagai tanggung jawab sebagai manusia penerus peradaban akibat kesibukan kerja. Saat ini, yang peduli pada Gerakan Pramuka hanya tinggal pembina pramuka semata, yang lainnya tidak peduli seperti waktu dulu.
Ketiga, pergeseran minat anak. Anak-anak saat ini lebih berminat dengan hal-hal yang praktis, instan, bebas, membanggakan, dan tidak terikat. Lihat saja, anak lebih senang dengan video game atau ponsel game sambil menyendiri di suatu tempat dalam waktu yang lama daripada harus berkegiatan yang mengeluarkan keringat, tenaga, dan gerakan. Padahal, nilai yang diperoleh bagi dirinya lebih banyak dari kegiatan di lapangan yakni kekuatan, keberhasilan, usaha, kejujuran, sosialisasi, daripada dari game yang hanya bernilai kecerdasan. Sebuah kewajaran jika anak-anak mempunyai sikap seperti itu karena pengaruh budaya yang melandanya.
Keempat, muatan kepramukaan kurang kemasan menarik. Banyak kegiatan kepramukaan yang hanya menarik sesaat bagi anak-anak yang mengikutinya. Setelah beberapa minggu, anak-anak menemukan kebosanan karena menu kegiatan tidak memberikan daya konstan yang menarik. Akibatnya, banyak pramuka yang keluar dari lingkaran pendidikan kepramukaan. Menu kegiatan tidak dikelola oleh pembina secara menarik dan menantang.
Kelima, pembina pramuka berkualitas sangat kurang. Saat ini, bisa dihitung dengan jari pembina pramuka yang berkualitas sesuai dengan kemampuannya. Kebanyakan tidak berlatarbelakang kepramukaan melainkan latar belakang keguruan karena banyak pembina pramuka yang berasal dari guru. Padahal, kepramukaan harus dikelola oleh pembina pramuka yang kuat pengalaman kepramukaannya. Anak-anak yang dulunya aktif di kepramukaan, setelah besar, tidak mau kembali ke pramuka untuk mengabdikan dirinya. Padahal, saat ini, banyak yang dulunya pramuka menjadi manajer, guru besar, direktur, pengusaha, pedagang, dan seterusnya. Ke mana mereka?
Kemasan Lebih Menarik
Kelima problema kepramukaan di muka mendesak untuk segera dipecahkan oleh berbagai kalangan jika tidak mau Gerakan Pramuka hanya tinggal kenangan. Solusi yang diharapkan mengembalikan jati diri Gerakan Pramuka sebagai berikut. Pertama, revitalisasi Gerakan Pramuka dijalankan dengan secara matang, nyata, dan kuat. Perencanaan berdasarkan fakta di lapangan yang dilakukan untuk menunjang pelaksanaan sesuai perkembangan zaman. Revitalisasi menjadi sebuah keharusan.
Kedua, kesadaran orang dewasa, baik itu orang tua, pejabat, dan masyarakat harus bersatu padu membangun wadah pendidikan yang cocok bagi anak-anaknya yang kelak meneruskan kehidupan ini. Kepedulian itu harus tulus bukan kepedulian yang seakan-akan atau seolah-olah.
Ketiga, kemasan dan penyesuaian aktivitas kepramukaan terhadap kondisi dan situasi anak-anak sangat diperlukan. Semua aktivitas dikemas dengan nuansa yang menarik, menantang, praktis, membanggakan, dan bertujuan dalam konteks kekinian. Dunia anak sekarang memang berbeda dengan dunia anak dulu. Kondisi perbedaan dunia anak-anak itulah yang harus diperhatikan.
Keempat, perbanyak pembina pramuka yang berkualitas melalui berbagai kesempatan. Kesempatan untuk menjadi pembina pramuka harus diperluas tidak sebatas dari kalangan guru, tetapi disebar ke semua kalangan. Misalnya, pelatihan pembina pramuka dibuka untuk karyawan, manajer perusahaan, dan profesi lainnya. Memang selama ini pembina pramuka terbuka untuk umum. Hanya saja, kepedulian dari pimpinan perusahaan, perkantoran belum muncul untuk itu.
Bagaimanapun, Gerakan Pramuka harus bertahan dengan luka yang teramat menganga demi generasi muda bangsa ini. Minimal, masih ada generasi yang dibesarkan dari wadah pendidikan nilai dan sikap yang senyatanya. Pada kondisi bangsa yang penuh penyimpangan ini, tentu, Gerakan Pramuka menjadi wadah strategis dalam mencegah penyimpangan itu.
Penulis : Dr Suyatno MPd
Dosen Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya
0 komentar:
Post a Comment